Tuesday, April 12, 2016

Tentang Perspektif

   Hai, readers! Lama juga ya gua nggak post. Kangen? Cie... ngaku aja deh kalo ada yg kangen. Nggak bakal gua gampar kok, tenang aja. Gua bakal peluk kok ente-ente semua yg bilang kangen sama gua. Enak kan, jadinya loe bisa dapet pelukan gratis dari blogger pedofil jomblo nan hina ini. Itung-itung buat hemat selimut, Guys. Sekarang kan musim ujan tuh, kalo selimutnya nggak kering kan loe semua bisa kedinginan. Makanya, sini-sini gua tawarin diri gua buat jadi selimut. :D (kok gua murahan banget ya rasanya)
   Yaudahlah ya, mari kita tinggalkan sisi murahan gua, dan sekarang kita masuk ke sisi gua yang lebih cool karena kita bakal ngomongin sesuatu yang seabstrak tulisan cakar ayam gua bernama 'Perspektif'.


   Ketika kita mendengar kata 'perspektif', yang ada di dalam pikiran kita adalah frase 'sudut pandang'. Dan ketika frase 'sudut pandang' itu muncul, akan diikuti frase lain yakni 'susah dipahami'. Oke, terserah pikiran kalian aja sih. Gua nggak akan menyalahkan siapapun yang memiliki pemikiran seperti di atas. Karena seperti yang gua bilang di depan, perspektif itu sebastrak tulisan cakar ayam gua. Jelek iya, tapi bukan berarti itu nggak mungkin terpecahkan. Remember, selalu ada jalan ketika kita mau mencoba.
   Sebenernya, kalo menurut pemikiran gua, yang membuat perspektif susah dipahami adalah diri kita sendiri. Rasa kurang dapat menerima pendapat atau pandangan orang lain itulah yg kemudian membuat kita menganggap bahwa apapun, ketika bersentuhan dengan masalah perspektif, akan sulit dicari jalan keluarnya. Sebenarnya nggak sesulit itu kok untuk menghargai pandangan orang lain. Karena selama ini yang sering keluar dari mulut bukanlah perspektif. Itu hanya persepsi (anggapan). Perspektif bekerja di dalam pikiran kita, yang kemudian akan melahirkan persepsi. Kalo menurut gua, perspektif bukanlah hal yang gampang buat diuraikan atau dijelaskan kepada orang lain. Jadi berbahagialah yg punya pendapat kalo perspektif itu sulit.
   Menjelaskan perspektif kita terhadap sesuatu kepada orang lain itu ibarat seorang pengagum seni menjelaskan tentang kedalaman arti dari sebuah lukisan abstrak kepada orang awam. Si orang awam mungkin akan manggut-manggut dan mengiyakan aja apa yg dikatakan oleh si pengagum ini. Tapi tetep aja ada satu bagian di hatinya yg menyangsikan atau meragukan abis-abisan mengenai penjelasan si pengagum.






   Sekarang kita ambil contoh lukisan ini deh. Sebagai orang yg ngerti seni, si pengagum mungkin bakal memaknai lukisan ini sebagai ungkapan dari amarah yg hebat karena disitu terdapat coretan berwarna hitam dan bercak-bercak merah yg bisa juga diartikan darah (ini cuman misal aja, gua juga nggak ngerti seni soalnya :D). Sedangkan si orang awam bakal mengernyitkan dahinya ketika liat nih lukisan dan nggak ngerti kenapa si pengagum di sebelahnya bisa terharu atau terbawa emosinya ketika ngeliat lukisan tersebut.
   Bayangkan aja, dengan keadaan pikiran yg jauh berbeda, gimana mungkin 2 orang ini akan mencapai kesepakatan yg sama? Penjelasan lisan aja kayaknya nggak akan cukup untuk menjelaskan perspektif masing-masing. Persepsi aja nggak mungkin bisa menyelesaikan konflik antara perbedaan pendapat keduanya. Jadi jangan heran kalo di TV banyak berita orang bentrok karena berselisih perspektif. Tapi sebenernya hal itu bisa dihindari kalo salah satunya mengalah dan tidak menunjukkan egonya terhadap yg lain.
   Biar aja lah kita berbeda paham. Toh semboyan negara kita 'Bhinneka Tunggal Ika'. Nggak seru lah hidup kita ini kalo pikiran kita semuanya sama. We're gonna be like a bunch of f*ckin Robots. Bahasa kerennya, hargailah perbedaan. Kembali ke cerita si pengagum seni dan si orang awam tadi. Terserah lah mereka berdua mau menganggap lukisan itu sebagai sesuatu yg berharga atau a bunch of crap. Yang jelas, mereka nggak perlu berdebat panjang atau bahkan sampe tengkar di tengah-tengah pameran seni. Percuma kalo menurut gua. Di setiap pembelaan yg diberikan, akan selalu ada counter attack nya. Dan terus aja gitu sampe Linkin Park ngeluarin album campursari.
   Kalo menurut gua sih, mereka berdua nggak usah maksain pendapatnya. Cukuplah si pengagum seni ini menjelaskan garis besarnya aja tanpa harus ditambahi dengan ceramah panjang tentang teori seni dan cara memahami lukisan. Sedangkan buat si orang awamnya juga nggak usah ngeyel dengan mengatakan bahwa lukisan itu non-sense. Toh dia nggak ngerti-ngerti amat tentang kek gituan, dan kebetulan aja diundang di pameran itu.


   Gua memberikan jalan tengah seperti itu bukan karena gua nggak suka dengan konflik atau perbedaan pendapat. Gua malah biasanya jadi provokator konflik dan gua sangat menyukai perbedaan (as long as nggak kampret-kampret amat lah bedanya). Justru dengan adanya konflik dan perbedaan, kita bisa tahu kapan kita salah dan benar. Coba aja kalo orang disekitar lu iya-iya aja sama pendapat loe, kan ntar lu bakal merasa paling bener dan malah akan membenarkan hal-hal yang seharusnya dikategorikan tidak benar.
   Tapi, bukan berarti konflik selalu menjadi pilihan utama loe semua dalam menyelesaikan masalah. Masih ada alternatif lain yg disebut musyawarah yang gua jamin nggak bakal bikin leher lu sakit gara-gara banyak teriak. Jadi kesimpulannya, perspektif adalah sesuatu yg abstrak yg hanya loe sendiri yang tahu detailnya. Setiap orang memiliki perspektif mereka sendiri, dan itu bukan sesuatu yang akan mudah untuk dijelaskan. Ngejelasin perspektif lu ke orang lain sama aja kayak lu berusaha menjawab pertanyaan 'kenapa lu suka sama dia?', padahal terkadang kita mencintai seseorang dengan tanpa alasan.
   Kayaknya sekian dulu postingan kali ini. Semoga bermanfaat, Guys. Gua mo tidur nih. Besok ada UTS. Doain baik-baik aja ya, soalnya, bukannya belajar, gua sama Omes malah maen catur sambil ngopi. But at least, ngopi gua memberikan gua sesuatu yg baru mengenai betapa uniknya perspektif orang lain tentang suatu hal. See you di post selanjutnya ya! Bye!

No comments:

Post a Comment